Kamis, 11 Juni 2009

Kelinci Percobaan


Dr Roy Walford seorang doktor dari Fakultas kedokteran Universitas California di Los Angeles bercita-cita ingin mempunyai umur yang panjang. Pria setengah umur ini berharap bisa hidup 105 tahun lagi. Segelintir para ahli barat sudah sejak tahun 30-an menduga bahwa umur panjang berkaitan dengan makanan yang di makan manusia. Misalnya, eksperimen di National Toxicology Laboratory di Little Rock USA, menepis dugaan yang ada. Sekitar 30 ribu tikus putih menerima kalori 40% lebih rendah dari pada yang di dapat dari kehidupan liar. Seharusnya tikus-tikus yang diperkirakan sudah di dalam liang kubur pada umur 30 bulan itu malah masih lincah dan bugar sampai umur 60 bulan.
Menurut penelitian, bukan saja tikus-tikus yang warna bulunya tetap mengkilat itu kelihatan "awet muda", tapi mereka hampir tak pernah mati akibat penyakit ginjal atau jantung. Kanker bila ada, baru tumbuh menjelang akhir hayat tikus. "Kematian mereka hampir tanpa sebab" ujar dr. Erdward Masoro, fisiolog pada pusat ilmu pengetahuan kesehatan Universitas Texas, kepada harian The New York Times "ketika kami bedah, tubuh tikus-tikus itu bersih dari segala penyakit".
Rahasia terletak pada komposisi makanan yang dicerna. Peneliti menjelaskan, tidak menjadi soal apakah lemak atau karbohidrat yang menjadi unsur utama diet khusus tadi. Yang lebih penting: menjaga kadar protein, vitamin dan mineral yang di berikan pada ambang batas gizi yang diperlukan. Pengaruh pada umur terletak pada kegiatan makan itu sendiri. Glukosa hasil metabolisme dari karbohidrat pada makanan merupakan bahan bakar utama sel binatang. Tapi glukosa "liar" juga bersifat merekat enzim dan protein, akibatnya pembuluh darah dan ginjal bisa tersumbat. Tikus dengan diet khusus mengalami hidup lebih panjang karena kadar glukosa dalam darah mereka lebih rendah.
Dr. Byung Pal Yu dari Texas University mengungkapkan, kalori rendah membuat zat-zat tubuh lebih ulet. Enzim penawar racun metabolisme belerja 70% lebih aktif pada penerima diet khusus. Sementara itu. enzim yang bertugas memperbaiki DNA bekerja lebih cepat, sehingga molekul yang rusak tidak sempat berkembang menjadi kanker. "diet khusus membatasi dampak-dampak sampingan metabolisme yang merusak jaringan sel-sel tubuh", demikian penjelasan dari dr.Torturo dari National Toxicological Research Center di Arkansas USA. para biolog telah membuktikannya: spesies dengan metabolisme lebih tinggi mati lebih cepat ketimbang spesies yang mempunyai metabolisme lebih rendah. Bukti lain, lalat yang disimpan pada suhu 18 derajat celcius sehingga tingkat metabolimenya menjadi rendah hidup dua kali dari pada lalat pada suhu 30 derajat. namun manusia bukanlah lalat, hingga saat ini diet khusus memang baru terbukti untuk makhluk tingkat rendah semacam cacing, protozoa, ikan dan tikus. Species berumur pendek tersebut, menurut dr. Roth di National Institute on Aging, memiliki mekanisme yang memungkinkan mereka terus hidup, kendati kekurangan makanan. "berbeda dengan monyet dan manusia yang memang sudah diberkahi dengan umur panjang dan tingkat kesuburan yang tinggi" katanya.
Karena itu, para peneliti menegaskan diet yang di berikan kebada binatang percobaan tidak mudah diterjemahkan kepada takaran yang sehat untuk manusia. "selama belum ada penelitian lebih lanjut saya tidak menganjurkan diet berkalori rendah ini dicoba untuk manusia" ujar Torturro. Sementara itu, pengujian terhadap makhluk yang mendekati sifat manusia-seperti monyet rhesus-masih menunggu hasil. Tanpa diet khususpun monyet-monyet ini mampu hidup sampai umur 35 tahun. Sedangkaan Dr. Roy Walford, yang tidak sabar menunggu itu, selama 5 tahun terakhir membatasi makanannya menjadi 2000 kalori perhari. Padahal, rata-rata manusia makan 2500 kalori perhari. Entahlah hasilnya. Yang jelas, rekan-rekan sejawatnya cemas melihat tubuh pelopor ilmu dietetik itu semakin menyusut.
Karena itu, beberapa peneliti cenderung memberi tekanan pada kualitas ketimbang pada kuantitas hidup: mengisi umur bukannya memperpanjang. Itu filsafat yang dihayati dr. Arnold Scheibel dari California University LA. Menurut dia, anugerah hidup bermuara pada eksistensi yang berarti dan penuh tantangan hidup secara intelektual. Dalam pada itu, pernikahan yang bahagia, antara lain, juga memberi khasiat umur panjang. Seperti diuraikan dr. Vincent Christofalo di Lembaga Manusia Lanjut Usia pada Universitas Pennsylvania, hidup berlama-lama cuma dalih untuk "menjamin kelangsungan hidup anak-anak kita dan menyaksikan mereka melahirkan generasi baru". "aku ingin hidup 1000 tahun lagi" tetapi keinginan Chairil Anwar tak terpenuhi. Ia meninggal dalam usia 26 tahun. sedangkan Einstein tutup usia tak lebih tua dibandingkan dengan kebanyakan manusia. Bila ada persamaan antara kedua tokoh tersebut , hal itu adalah pengembaraan hidup yang ditandai oleh kreatifitas dan karya. Einstein dan Chairil Anwar memang terus "hidup" lama setelah kerut-kerut di wajah kita berhenti menjadi suatu persoalan.